Etika dan Potensi Hacker Indonesia
PERANG
hacker yang kerap mewarnai media massa nasional maupun Australia
menjadi gambaran betapa kejahatan informasi di dunia maya mesti menjadi
perhatian serius.
Terlebih, akibat perang hacker ini, negara
bisa mengalami kelumpuhan. Kalau sampai parah, misalnya layanan
perbankan mati, telekomunikasi mati, listrik mati, tidak bisa diakses,
internet Indonesia mati. Benar-benar bisa rusuh dan mengganggu
perekonomian.
Australia beranggapan, apa yang dilakukan para
hacker Indonesia, dinilai sudah mengganggu aktivitas publik negeri
Kanguru itu. Mereka mengecam, mengultimatum apa yang dilakukan hacker
Indonesia adalah bentuk pelanggaran etika, atau melenceng dari cita-cita
hacker manifesto.
Dalam pengertian Wikipedia, ada yang disebut dengan istilah Hacker Manifesto, yang merupakan pedoman yang harus ditaati oleh hacker di seluruh dunia. Baik hacker kawakan ataupun mereka yang baru berkenalan dengan dunia peretasan ini harus mematuhinya.
Di dalam manifesto ini, disebutkan bahwa hacker harus menyingkirkan ego mereka saat melakukan peretasan agar tidak merugikan orang lain. Manifesto ini menegaskan bahwa tindakan hacker harusnya didasari untuk memperluas cakrawala dan kebebasan di dunia.
Nah, apa yang dilakukan para peretas Indonesia ini, adalah bentuk kemarahan lantaran negaranya diinjak-injak. Namun demikian, terlepas dari pro dan kontra aksi para pakar IT Indonesia ini, aksinya sukses membuat banyak pihak tercengang.
Pertanyaannya, ini merugikan atau semata-mata menunjukkan kepada dunia atau sebagai efek tertentu saja, atau entah itu pressure untuk Australia, entah untuk menggalang rasa nasionalisme, untuk membangkitkan kembali rasa bangga terhadap Indonesia.
Hanya saja, entah apakah semata-mata karena dilandasi atas rasa nasionalime yang tinggi, atau hanya sekadar ingin eksis di dunia teknologi, ada hal yang harus menjdi perhatian para hacker Indonesia, sehingga bukan sekadar meretas atau main-main dengan aktivitas kecerdikan di dunia maya, tetapi tahu apa itu beretika.
Artinya, silahkan melakukan peretasan, tetapi dilandasi aturan dan etik yang tentunya tidak merugikan banyak orang yang tidak bersalah, serta para hacker itu menyingkirkan ego ketidaksukaan pada sebuah institusi atau negara, dengan tidak menyerang perorangan, apalagi sampai harus melanggar hukum, tentu tidaklah dibenarkan.
Bila terbukti melanggar, para pelaku hacker atau kejahatan cyber ini bisa terkena UU ITE. Pelanggar hukum bisa dipidana minimal 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta.
Meski ada hukum yang harus memfilter aktivitas mereka, tak dipungkiri Hacker muda Indonesia memiliki potensi besar untuk bangsa Indonesia. Tetapi, harus diarahkan untuk hal positif supaya ke depan mereka bisa (turut) membangun negara ini dengan benar dan baik.
Memang betul, ini bukan lagi zamannya perang fisik yang harus menggunakan senjata, akan tetapi lebih dari itu, kini orang bisa menyerang atau menjatuhkan negara bisa dengan cara yang tak tampak di depan mata dan tentu jauh lebih mengenai sasaran.
Melihat fenomena ini, pemerintah seharusnya jeli, banyak ahli-ahli teknologi Indonesia yang memiliki bakat dan kemampuan luar biasa, di atas rata-rata. Akan tetapi, sayangnya kurang mendapat perhatian dan kurang diberdayakan. Sehingga, mau lari ke mana mereka selain melakukan aktivitas Anonymous.
0 comments:
Post a Comment